Hindari, Prilaku PERKEMI = karakter dasar IBLIS (?)

Hindari, Prilaku PERKEMI = karakter dasar IBLIS (?)

--- Arif Ko2 ---



Diriwayat Qur’an, saat penciptaan Adam telah sempurna, Allah perintahkan penghuni Sorga bersujud kpd Adam. Maka Malaikat dll semua bersujud kecuali Iblis. Ketika Tuhan menanyakan alasan pembangkangan iblis dengan SOKTAHUnya berargumentasi senioritas merasa lebih baik dari Adam dengan variable asal-usul ; “saya lebih baik dari Adam, Engkou ciptakan aku dari api sedang Adam cuma tanah” [Al A’raf 11-12]. Adat senioritas asalusul iblis merasa tak pantas hormat pada Adam/pihak lain skalipun perintah Tuhan. Akibatnya, iblis  buta akan ‘semua kebenaran’. Perintah, ketentuan Alloh  (sang pemilik kebenaran) tuk sujud pd Adam sbg kebenaran yang wajib dipatuhi justru ditantang bahkan dilanggar, demi senioritas. Bagaimana jika dikaitkan fenomena prilaku KORUPSI yang kronis menjangkiti semua level jabatan/pemerintahan/bidang/strata dll di negeri ini, ingkar atau tidak adalah prisikap [baca; jelmaan] karakter Iblis, bahkan lebih EDAN. Simak Kasus besar yang ironi pernah terjadi : BLBI, century, impor Bus dari China, daging sapi impor, Hambalang, oknum ketua MK, Pengadaan Qur’an, eKTP, dll, kesemuanya jika personil KPK jumlahnya proporsional dgn jumlah kasus yg ada maka PARA PENGANUT IBLIS yang cenderung adalah para OKNUM elit negeri tsb relative tidak akan bisa bersiasat, semua akan terjerat baik dari pejabat terkecil [setingkat staf, PPK/pejabat pembuat komitmen] hingga lingkar kekuasaan tertinggi kepresidenan sekalipun akan sulit menghindar. Realitas tersebut bikin kita prihatin karena mereka justru perilakunya melampaui prestasi [maaf] LAKNAT yang pernah ditunjukan si iblis. Jika iblis hanya PEMBANGKANG kebenaran, tetapi para KORUPTOR sudah melampaui, mereka mampu mengkondisikan terbalik seolah KEBENARAN adalah suatu KESALAHAN bahkan sesuatu yg jelas SALAH dapat dijadikan sebagai KEBENARAN yang mereka ciptakan. Iblis tidak mampu melakukan hal ini kala itu. Lantas bagaima meletakan kebenaran agar berada pada poros porsinya [bukan dikempit antara ketiak ‘oknum penguasa’ [baca, oknum; eksekutif, legislatif, yudikatif plus oknum aparat].
Hmm,.. konteks Konsep Menejemen Kreatif hasil desain kajian Ko2, bahwa kebenaran [baca; vallue] hanya bisa ditentukan olen 3 (tiga) Pilar Kreatif berikut ;
1] pembiasaan [baca; pengkondisian],
2] kebiasaan, dan
3] keter biasaan.
Jika di introduksi pada konteks tatanan bernegara, maka format tiga pilar tsb wajib diimplementasikan sbg PROBLEM SOLVING carut-marut tatanan Negeri yang kita saksikan saat ini, wajib dimulai dgn sistematika penciptaan kondisi ketiga pilar diatas ;
1. Pembiasan, penerapan pd elitis. Kondisi yg ingin diwujudkan wajib dimulai dari para elitis mengkondisikandiri mjd tauladan peran. Jika tidak maka untuk merubah kesalah kaprahan tatanan di Indonesia akan tetap menjadi seperti bermimpi di siang kerontang.
2. Kebiasaan, setelah pembiasan elitis terbentuk, baru konsep kebiasaan wajib ditanamkan kepada warga, dan konteks ini diperlukan penegakan peraturan yg ada, namun jk ketauladanan sdh tercipta maka tatanan tak sulit untuk dirubah seperti bgm mestinya.
3. Keterbiasan adalah pilar ketiga yang wajib di komit menkan bersama, antara elitis [baca; penguasa] dengan segenap elemen masyarakatnya. [jika kondisi ideal pilar ke 1 dan ke 2 diatas sdh terwujud] maka impian menciptakan tatatan yang kembali berbudaya adab bukan mennjadi slogan seperti saat ini sudah berapa kali visi saat kampanye perda demokrasi lima tahunan begemborkan dari mulut "para oknum" PEJABAT negeri yang (maaf) rerata layak diduga laiknya penganut fanatik PERKEMI (Persatuan Kemeruh Indonesia).
Hem, sayang dan Parahnya sifat pribadi macam itu juga kian rame diikuti oleh "para oknum" yang menganggap diri mereka telah mencapai "kasampurnan" yang umumnya mereka membanggakan "kelebihan semu" ILMU yang sdg : diberikan, atau justru dilulukan [baca; di gunggong]" oleh TUHAN untuk menguji yang beraangkutan dalam menimbang kadar "takaran" dirinya, apa masih "manusiawiah" apa bahkan telah melampaui "sifat" nya (maaf) IBLIS [?]
Wa na'udzubillah...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Wong Jowo Kudu Tetep Njawani" ; BABAT TANAH JAWA (bag.2)

Mahluk Tuhan Jangan Melampaui BATASANYA