BELAJAR "MENDENGAR dan MELIHAT" MEDIA MASA (?)

BELAJAR MENDENGAR DAN MELIHAT MEDIA MASA DENGAN RASHATI (?)

Oleh : Arif Koko
------------------------


Polemik kemunculan kontrofersi INDONESIA BAROKAH dengan OBOR RAKYAT, yuk jadikan kaca renungan.
(Penulis tidak ingin "mengipas" kedua media dimaksud namun mencoba mengupas dilema jika media sampai tergelincir berperan "GANDA" (?) ).
----------------------------------------------------

Hidup di era Global yang menjadikan Dunia begitu luasnya tersebut menjadi seperti Sedaunkelor (sempit). Betapa tidak, keberadaan manusia meski dibedakan oleh tempat yang sangat jauh terpisah oleh belahan bumi yang berbeda, jarak dan waktu selama ini jadi sekat, kini era Global semuanya lenyap seperti tanpa batas. Kejadian dimanapun dibelahan manapun dibumi ini akan semerta dapat diakses oleh manusia dibelahan yang jauh begitupun sebalilnya, hal demikian membuat tatanan "nilai" seperti menjadi "tumpang-tinindih" kata orang Jawa artinya "saling tindih saling mempengaruhi nilai yang ada menjadi campur byuk". Kondisi tersebut membuat semua sepakat bahwa kita butuh media masa yang sanggup mempertahankan peran fungsi sebagai pencerah informasi efektif sebagai mana kita butuh seorang ‘teman’ yang baik. Sebagai sumber informasi dan pengetahuan, sarana sosialisasi bahkan alat tangkis [hak jawab] terhadap nilai-nilai negative yang ditohokkan kepada kita. Peran seperti itu yang kimi menjadi 'langka' terpancar dari media yang membuat kita sepakat bahwa mediamasa sangat kita butuhkan. Sebaliknya, pengaruh terhadap keruntuhan “tatanan nilai” juga kini sangat efektif justru dibawa oleh media, jika menurunkan laporan yang tidak utuh/imbang. Peran subyektif media seperti inilah yang membikin kita semua “prihatin” bahkan cemas miris.  Realitas saat ini, dimana perusahaan media raksasa banyak dimiliki oleh para politikus, sungguh kausalitaanya rentan dijadikan alat propaganda yang menyesatkan, bak menebar “benih” yang sudah disuntik racun dia akan menciptakan pergeseran peran bahwa media “bisa” memiliki dua peran ganda yang saling berlawanan. Misal, saat sebuah media memberitakan kasus [maaf] perkosaan, kejahatan ataupun korupsi, info positifnya kita akan tahu dan berhati-hati untuk berhikmah tidak sampai terjerat hal semacam itu. Namun berita tersebut tidak sadar telah menjejali gambaran sesuatu pada kita akan berita yang “panas” atau “sadis bahkan jalan pintas" bertindak merampas hak orang lain, kekerasan, mengeruk keuntungan pribadi, ternyata banyak orang pintar mencuri dalam jumlah yang sangat besar” dwngan begitu mudahnya, sedikit banyak akan mempengaruhi naluri “baik” dan “buruk” yang ada pada diri kita saling berdebat dalam kegundahan. Yang actual "fenomena Indonesia Barokah dan Obor Rakyat" dilema pers yang bukan dinamika. Berita kasus Koruptor jika Amar putusan hakim yang mevonis bersalah tetapi tidak mengharuskan terpidana untuk mengembalikan kerugian Negara yang diakibatkan oleh korupsinya tersebut “adalah relaitas yg kontrofersi”. Status bersalah itu berarti secara hukum menegaskan bahwa perbuatan terpidana telah terbukti MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA, konsekuensi logisnya seharusnya dikembalikan disamping menerima hukuman pidana. Supaya efek jera itu ada. Dan putusan YANG MENDUA MUKA tsb jelas mengundang media untuk menjadikannya sebagai “moment” sekaligus “orientasi target” satu sama lainnya. Media yg tidak punya kaitan langsung/ tidak langsung akan berbeda cara menyajikan enggel berita sehingga gencarnya mengupas dari beraneka VERSI oleh banyak media besar seperti [Radio El Shinta, TV one, Metro TV, Trans TV, dll] jika peran yang ditampilkan oleh masing-masing media justru membuat “baur” antara sisi positif negatifnya sungguh disayangkan bila sampai terjadi, itulah yg membuat konsumen beritapun akan memperoleh kesimpulan yg rentan dikotomis bahkan TERJERAT dalam DAYAPIKAT yang masgul pula.  Terlebih di tahun  politik, menyebut tahun politik identik plesetan [kumpol kumpul tuk itikitik] PILEG, PILKADA, PILlPRES serentak maka PERAN PENCERAH media seharusnya dijaga. Maka pameo “teliti sebelum membeli” sangat dianjurkan dalam konsumsi berita model apapun, Agar kita tidak tergolong seperti peringatan keras Allah dlm Qur’an ;
“Hai org-org yg beriman, jika datang kepada mu orang fasiq membawa berita, telitilah lebihdulu supaya kamu tidak mencelakakan satu kaum karena ketidak tahuanmu. Lalu kamu menyesali apa yang telah kamu lakukan”. [Al Hujurat /49;7].
Dus, Pemerintah bersama DPR tak perlu alergi  maupun ragu patut melakukan pengkajian serius UU tersendiri tentang Media Masa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Wong Jowo Kudu Tetep Njawani" ; BABAT TANAH JAWA (bag.2)

Mahluk Tuhan Jangan Melampaui BATASANYA